Selasa, 17 Februari 2009

SATU BULAN LAGI...

Satu bulan lagi, Insya Allah...

Deg-degan rasanya menunggu bulan depan. Perjalanan pencarian pendamping hidup selama tujuh tahun, mudah-mudahan berakhir bulan depan. Aamiin

Tujuh tahun?

Bagaimana bukan tujuh tahun namanya, bila saat itu saya bercita-cita menikah di usia sembilan belas tahun, dan usia saya sekarang dua puluh enam tahun.

Sembilan belas?

Iya. Waktu itu, saya terobsesi untuk juga menikah dini seperti mama. Mama menikah di usia sembilan belas tahun. Tanpa tahu rahasia Allah, saya juga bercita-cita seperti itu. Tapi Allah Maha Penuh Kejutan!

Waktu terus bergulir. Melewati angka dua puluh dalam tahun kehidupanku, melindas angka dua puluh satu, menghampiri angka dua puluh dua, meniti angka dua puluh tiga, menjumpai angka dua puluh empat, menjemput angka dua puluh lima, dan tahun ini, genap memasuki angka dua puluh enam dalam hitungan usiaku.

Dua puluh enam.

Mungkin sudah tak lagi ideal untuk dikatakan sebagai pernikahan dini. Bahkan teman saya yang kuliah di psikologi pernah menyatakan, setelah melewati angka dua puluh lima, itu artinya bagi wanita lampu hampir menyala merah. Tapi bukankah pernikahan; bagaimanapun juga adalah sebuah takdir?

Maka, menyesal tak akan pernah ada gunanya. Bukankah dengan tidak menikah di usia sembilan belas tahun, setidaknya kini saya tahu, bahwa Allah telah menyiapkan garis hidup nan indah yang harus saya titi. Saya bisa kuliah dulu, setidaknya sampai lulus D2. Saya bisa mencicipi seperti apakah rasanya memiliki uang sendiri setiap bulan, meski tak seberapa. Bisa belajar menjadi ibu bagi anak-anak dengan berbagai karakternya di sekolah. Bisa pergi kesana kemari untuk bersosialisasi dengan teman-teman satu organisasi, tanpa merasa bersalah karena meninggalkan suami dan anak-anak di rumah. Sungguh, saya yakin, ini semua adalah hikmah yang saya hanya boleh tahu setelah semua itu saya tempuh.

Beberapa kali mencoba membina hubungan yang serius; yang akhirnya gagal; juga meyakinkaku, bahwa pasti ada hikmah di balik semua ini. Setidaknya, saya bisa lebih introspeksi diri. Pasti ada sesuatu yang salah pada diriku, sehingga Allah belum memperkenankan cita-cita ini.

Dan kini... satu bulan lagi...

Deg-degan. Sekian banyak tanya berseliweran di kepalaku. Bagaimanakah rasanya menikah itu? Mendampingi lelaki yang sama sekali asing bagiku (saya mengenalnya belum ada satu tahun!). Bisakah saya menjadi istri yang baik, kelak? Bagaimanakah bila suamiku kelak tak berkenan dengan pelayananku? Bagaimanakah mengatasi konflik rumah tangga yang pasti akan mewarnai perjalanan pernikahan kami? Bagaimana.... 

Satu bulan lagi...

Ridloilah Ya Rabbi...

Inilah ikhtiar kami

Memenuhi titahMu dan titah RasulMu

Menggenapkan separuh agama

Melanggengkan kalimat tauhidMu di dunia

Ampunilah Ya Rabbi...

Bila jalan yang kami lalui

Tak sesuci para kekasihMu

Satu bulan lagi... Bismillaahirahmaanirrahiim

BELAJAR BERHITUNG

Enam puluh detik dalam satu menit. Tigaribu enam ratus detik dalam satu jam. Delapan puluh enam ribu empat ratus detik dalam sehari semalam. Bila ada satu kejadian saja dalam tiap satu detik, maka itu berarti, ada delapan puluh enam ribu empat ratus detik kejadian dalam sehari semalam.

Waow! Sebuah jumlah yang fantastis. Dan itu adalah sumber ide yang tak habis untuk ditulis. Belum lagi ada tujuh hari dalam satu minggu, dan ada rata-rata tiga puluh hari dalam satu bulan.

Ck! Ck! Ck! Subhanalloh... Betapa alam raya ini menyediakan diri untuk terus digali.

Tapi.... :-(

Yah... Kemanakah ada untuk selalu menulis yang pernah berkobar saat itu? Kemanakah? Huh! Penginnya menjadi seorang penulis. Penulis apa namanya, bila tak pernah menyengajakan diri untuk menulis? Bahkan saat mood mendidih dan ide berseliweran di sekelilingku. :-(

Duh Rabbi...

Kangen sekali untuk menulis lagi. Tahun kemarin, saya mewajibkan diri saya sendiri untuk menghasilkan satu buah buku kumpulan cerita. Dan hasilnya? Di akhir tahun, tak berhasil. Astaghfirullah...

Saya merasa sangat bersalah. Pada diri saya sendiri, dan juga pada teman-teman penulis yang telah menyuntikkan semangat padaku untuk menulis. Dan terus menulis. Memberiku kabar "setiap" ada event kepenulisan. 

Apakah cukup hanya bersedih dan merasa bersalah? Tentu tidak. So? Menulis lagi, yuk....

Bismillaahirrahmaanirrahiim..............