Senin, 16 Juni 2008

MENITI PEMATANG

Pernahkah kau berjalan di atas pematang yang baru selesai dibuat? Saat pagi buta, setelah semalam pematang yang baru dibuat itu, diguyur hujan? Pematang itu membatasi dua area sawah. Yang satu terbentang di tempat yang sejajar dengan pematang itu, dan yang satu lagi, terbentang lebih rendah dari sang pematang?

Saya pernah. Telah beberapa hari, hal itu saya lakukan, tapi baru pagi ini saya terbersit untuk mengambil hikmah dari ‘perjalanan’ ini.

Bahwasnya, seperti kita berjalan di atas pematang itu, seperti itulah layaknya kita menjalani kehidupan. Berjalan di atas pematang sawah saja, saya yakin, tidak setiap orang bisa melakukannya dengan baik. Sering, terjadi ‘kecelakaan-kecelakaan’ ringan. Tercebur lumpur, misalnya. Atau tersandung rerumputan. Atau terperosok. Belum lagi jika pematang itu baru selesai dikerjakan beberapa hari sebelumnya, dan diguyur hujan semalam suntuk. Basah, licin, dingin. Dan yang jelas, berjalan di atas pematang dengan kondisi seperti ini, perlu kehati-hatian ekstra.

Dan inilah yang saya katakan sebagai hikmah. Semestinya, seperti itulah juga kita menjalani kehidupan ini. Karena banyak aral menghadang, banyak halangan harus ditaklukkan, banyak rintangan harus dilewati. Dan itu harus kita jalani. Mestinya dengan kehati-hatian penuh. Hati-hati berarti cermat, penuh waspada (kamus pribadi, hehehe…) kehati-hatian akan membawa kepada keselamatan. Sebaliknya, bertindak ceroboh dan tergesa-gesa, hanya akan berdampak tidak baik.

Bagaimana jika kita berlari di atas pematang sawah dengan kondisi yang saya gambarkan di atas? Gelap, licin, dan resiko tergelincir ke sawah yang beberapa meter lebih rendah dari pematang yang kita sedang kita injak.

Saya yakin, akan sangat kecil kemungkinan kita bisa mencapai ujung pematang dengan baik. Maka sekali lagi, bila kita ingin sampai di ujung pematang (di ujung garis kehidupan!) dengan selamat, salah satu kuncinya, ‘berhati-hatilah’!. Ya, hati-hati dalam menjalani hidup. Hati-hati dalam berpikir, bertindak, dan bertutur kata. Sungguh, itu sangat sulit, tapi yakinlah, akan ada jalan terbentang bila kita bersedia mencarinya dengan sungguh-sungguh.

Berhati-hati dalam hidup? Haaaaruuuus…ituuuu….

DIAJARI BERSABAR OLEH....

Pagi. Kantor masih sepi. Anak-anak belum berangkat. Rekan kerja yang lain juga belum berangkat. Saya menyengajakan diri berangkat lebih awal, karena ada sesuatu yang harus dikerjakan: ngeprint head surat pada amplop.

Kebetulan, saat ini, saya dipercaya untuk menjadi sekretaris sebuah kegiatan cukup bergengsi:

GELAR WISUDA SANTRI LULUS IQRA ANGKATAN I

Bagaimanapun, apa-apa yang namanya pertama, apa-apa yang namanya baru mulai, permulaan, dan yang sejenis dengan itu, merupakan sesuatu yang layak disambut dengan sambutan yang istimewa. Acaranya akan dilaksanakan hari Ahad, tanggal 29 Juni 2008 nanti.

Surat-surat sudah dibuat. Segala yang berkaitan dengan administrasi persuratan, Insya Allah sudah beres. Tapi rasanya akan terlalu sederhana, bila surat-surat itu dimasukkan dalam amplop polos begitu saja. Jadilah, amplopnya juga diberi head sebagaimana surat-surat yang akan dikirimkan.

Berhubung agak siangnya, saya ada acara lain (tidak stand by di kantor), maka saya menyengajakan diri berangkat lebih awal.

Komputer adalah sistem hitam putih. Bila bukan ‘iya’, maka sudah pasti ‘tidak’. Komputer tidak mengenal kata ‘toleransi’. Maka bila perintah yang kita masukkan sudah benar, komputer juga akan memprosesnya dengan benar.

Itulah yang terjadi dengan saya pagi ini. Saya pikir, perintah yang saya berikan sudah sangat benar sekali. Tapi saya bukan programmer, saya hanya sekedar operator. Itu pun hanya sebatas sekedarnya. Maka bila timbul permasalahan seperti ini, saya hanya bisa bersabar. Dan sekali lagi, sungguh itu sangat sulit.

Prosedur saya lakukan seperi biasa. File saya buka, kemudian saya masuk ke perintah print. Biasanya tak ada masalah. Akan mencetak berapa ratus lembar pun, it’s ok. Tapi pagi ini, tidak seperti biasanya.

Printer memberikan respon positif dengan perintah-perintah yang saya berikan. Tapi tidak untuk amplop yang sudah saya siapkan di badan printer itu. Ngadat. Entah kenapa. Saya coba untuk mencetak kertas biasa, ternyata berhasil. Saya coba mencetak untuk amplop lagi, ternyata gagal lagi.

Ada sekitar dua puluh amplop yang akan saya”kerjai”, tapi baru bisa menghasilkan empat lembar amplop. Ada sekitar 5 amplop yang akhirnya masuk ke tong sampah. Satu amplop memang sengaja diperlakukan sebagai percobaan, dan yang lain, ketika diprint, menghasilkan lukisan abstrak berwarna hitam kelam di bagian belakang amplop tersebut.

Saya diuji. Jelas, itu kesimpulan yang bisa saya angkat dari peristiwa ini. Dan bersabar pada pukulan yang paling pertama, adalah sebuah kesulitan tersendiri. Barangkali saya terlalu sombong, menganggap memberikan head pada amplop surat dengan komputer, itu adalah sesuatu yang sangat luar biasa mudah. Ternyata ada banyak hal yang saya tidak tahu. Dan saya harus mengakui itu.

Maka hikmahnya, pagi ini, saya diajari oleh sebuah benda mati bernama printer, untuk bersabar. Untuk rendah hati, untuk senantiasa yakin, bahwa ada kekuatan yang Maha Dahsyat, yang saya tidak tahu, berperan dalam seluruh proses ini.

Akhirnya, saya hentikan proses pencetakan itu. Mungkin printernya butuh istirahat sejenak, agar bisa memproses perintah yang saya berikan dengan lebih baik. J

I think that is all.

OLEH-OLEH DARI BANJARNEGARA (II)

Baiklah, mari kita lanjutkan catatan saya beberapa waktu yang lalu tentang kegiatan Bedah Buku di Banjarnegara itu.

Ehm! ….and The Star is Me

Mbak Afra dan Kang Nass yang membedah buku tersebut, begitu antusias dalam menguraikan intisari pokok isinya.

Sebuah hikmah saya petik: Bila Anda; seorang yang biasa diminta menjadi pembicara; menginginkan audience Anda mengikuti pembicaraan Anda dengan antusias, mulailah dari diri Anda sendiri.

Mbak Afra dan Kang Nass tampil penuh semangat, sebuah kesemangatan yang mampu membuat saya (entah yang lain) betah duduk di kursi panas itu hingga hampir 2 jam lamanya, tanpa merasa bosan.

Mungkin karena jauh-jauh dari Purwokerto, saya menyengajakan diri untuk mengikuti acara ini, maka sungguh sangat saya nikmati ‘suguhan’ mereka. Saya tak ingin, pulang ke Purwokerto dengan tangan hampa.

Kang Nass menyatakan; setiap insan memiliki potensi bintang. Mbak Afra menyampaikan; setiap kita adalah bintang.

Kita semua telah tahu; bagaimanakah karakteristik bintang itu? Bintang (misalnya matahari) senantiasa ‘hidup’, karena memiliki ‘sumber kehidupan’ sendiri. Bintang berpijar dan bersinar, menjadi sumber panas dan cahaya, menjadi sesuatu yang diikuti, menjadi pelopor dan bukan pengikut, dan lebih besar kemungkinannya memberikan manfaat bagi yang lain.

Cobalah bayangkan, bila tidak ada matahari dalam sistem tata surya kita? Akankah ada bulan yang bersinar, akankah ada siang dan malam, akankah ada siklus hidrology (daur ulang air)? Terlepas dari semua bisa terjadi bila Allah menghendaki, tapi saat ini, kita berbicara dalam pemahaman sebab-akibat yang sudah lazim kita saksikan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Maka, demikianlah seharusnya kita. Jadilah bintang, minimal bagi diri kita sendiri. Iman akan menjadi ‘sumber kehidupan’ yang akan senantiasa membuat kita ‘hidup’. Iman dan ilmu akan menjadikan kita berpijar dan bersinar, menghangatkan jiwa-jiwa beku untuk bangun, menyinari hati-hati yang gelap untuk segera bertaubat, dan sempurnakanlah memberi manfaat pada yang lain dalam amal shalih yang dilandasi ikhlas semata karena Allah.

Pertanyaannya sekarang, bagaimanakah caranya menjadi bintang itu?
Kang Nass dan Mbak Afra menguraikan banyak sekali hal, tetapi biarlah saya rangkum dalam beberapa poin, sejauh kemampuan saya menangkap uraian beliau berdua kemarin.

- Berkarakter bintang. Tumbuhkanlah karakter bintang dalam hidup Anda. Milikilah sumber ‘hidup’ (sumber daya, sumber potensi) yang selalu hidup (melimpah, tak pernah habis), berani menjadi trendsetter (yang memulai), dan berani berbeda dari yang lain (lihatlah bintang, ia terlihat karena memiliki karakteristik yang khas, yang berbeda dari benda-benda yang lainnya)
- Jangan ragu untuk terus menggali potensi diri
- Jangan malas untuk terus memperbaiki kualitas diri.
- Memiliki self motivation (motivasi dari dalam diri sendiri) yang kuat.

Ya…gitu dech kira-kira. Intinya tuh…

KITA SEMUA ADALAH BINTANG!

Lalu, mengapa kita harus membiarkan virus minder, pesimis, putus asa, dan seabreg pikiran negatif lainnya menggerogoti ke-bintang-an kita?

Baiklah, kita juga sepakat, bahwa setiap orang pasti memiliki permasalahan; yang boleh jadi itu akan kita tuding sebagai salah satu penyebab mengaburnya kecemerlangan kita. Bila demikian adanya, apa yang harus kita lakukan?

Sebuah bintang sejati, tak akan membiarkan masalah itu berlarut-larut. Segera cari tahu akar permasalahannya, lalu selesaikan dengan tepat. (Wah, kalau berteori memang mudah, yah, prakteknya itu yang sulit.). Yakinlah, bahwa semua orang juga pasti menemui yang namanya masalah. Hanya tinggal bagaimana cara mengatasinya. Optimis, optimis, dan berpikir positif selalu, saya rasa itu juga salah satu cara agar pikiran kita lebih jembar dan lebih mudah dalam menghadapi permasalahan yang timbul. Lha, kok, jadi nglantur…???

Kang Nass mengangguk sangat setuju saat kemarin Mbak Afra menyatakan hal ini:

BADAI pasti akan selalu ada, tapi hanya BINTANGlah yang dapat terus BERSINAR dan akhirnya menjadi yang TERBAIK!

Wah,wah, subhanallah! Bagus banget, kan?

Finally, thanks banget buat My Dream Learning Centre Banjarnegara yang telah menyelenggarakan acara ini.

Buat Kang Nass dan Mbak Afra juga, saya menyampaikan terima kasih. Dan mohon maaf…bila ‘kutipan-kutipan’ di sini, kurang sesuai dengan maksud hati Kang Nass dan Mbak Afra.

Maka biarlah saya terus belajar, menjadi bintang, berpijar, bersinar,
bermakna bagi diri dan lingkungan


(the end)

NB: bagi pembaca yang ingin kenal lebih dekat dengan Mbak Afra, bisa klik di www.afifahafranews.blogspot.com

Jumat, 13 Juni 2008

OLEH-OLEH DARI BANJARNEGARA

Sidang pembaca semuanya, apa kabar? Rasanya lama sekali saya tidak berkirim cerita di sini. Sepertinya mimpisyurga pun juga telah merasa sedemikian kangen dibuatnya. Hehehe…agak GR sedikit, tak apa lah. Toh hanya sedikit, tak banyak-banyak amat. Amat juga ga banyak, kok, hanya sedikit. Walah, ngaco!

Hari Ahad, 8 Juni 2008 yang lalu, saya diijinkan oleh Alloh, menjejakkan kaki di Banjarnegara, tepatnya di Masjid Al-Munawwaroh Banjarnegara; dekat dari SMA Negeri I Banjarnegara. Jujur, saya sangat menikmati perjalanan dan kegiatan di sana, meski harus nyasar nyungsep dulu beberapa kali. Tak apalah. Semuanya terbeli dengan begitu banyaknya oleh-oleh yang bisa saya bawa pulang.

Dan malamnya, saya menuliskan perjalanan saya tersebut dalam buku. Ternyata, begitu banyak yang ingin saya sampaikan, sampai-sampai harus dilanjutkan menuliskan kesan saya itu, esok malamnya.

Tak sabar ingin segera tahu? Inilah catatan saya itu. Selamat membaca!

I
Subhanalloh! Dahsyat!
Ada apa? Ada apa?
Sesuatu telah terjadi hari ini. Ini bukan episiklus seperti yang Andrea Hirata katakan dalam Sang Pemimpi, tapi yang jelas, hari ini saya merasa ada sebuah scenario yang sangat cantik nan indah, yang telah Sang Maha Sutradara susun sedemikian rupa, dan saya diijinkan menjadi salah satu aktrisnya.

Maka tak ada yang tersia dalam setiap lakon kehidupan yang telah digariskan-Nya. Ada jejaring kehidupan yang sangat kompleks yang sedang saya jalani. Benar-benar ini bukan mimpi!

Adalah terlalu jauh menarik peristiwa saat itu hingga hari ini, tapi saya tidak bisa mencegah gejolak hati ini untuk menuturkannya.

Hampir tiga tahun yang lalu, saya; bersama dengan dua orang teman yang lain; berniat beranjangsana ke Pimpinan Daerah Ikatan Remaja Muhammadiyah Banjarnegara. Yah, sekedar untuk bersilaturrahmi. Kalau tak salah, kebetulan saat itu ada kegiatan Pelatihan Kader Taruna Melati, dan teman-teman IRM dari Banyumas, diminta untuk turut ambil bagian dalam kegiatan tersebut.

Saat itu, kami bertiga baru saja pulang dari Cilacap. Kami telah merencanakan, sepulangnya dari Cilacap, kami akan melanjutkan perjalanan ke Banjarnegara. Tapi apalah daya, ternyata, sesampainya di Terminal Bus Purwokerto, isi dompet yang kami miliki, tak cukup untuk mengantar kami hingga ke Banjarnegara. Akhirnya, saya melanjutkan pulang ke rumah, dan dua teman saya melanjutkan perjalanan ke Banjarnegara. Sungguh, dalam hati tetap terpatri niat, suatu hari nanti, saya ingin menjejakkan kaki kesana. Saya benar-benar ingin tahu, seperti apakah Banjarnegara itu?
Dan hari ini, Allah benar-benar mengabulkan niat saya tersebut.

Tapi sebentar.
Saya juga ingin bercerita tentang sesuatu yang lain.

Dalam salah satu kisah hidup saya, tersebutlah sebuah peristiwa unik. Tentu saja ini dalam penilaian saya. Saat itu, saya mengisikan pulsa sebesar dua puluh ribu rupiah untuk nomor saya. Setelah pulsa dinyatakan masuk, saya coba mengeceknya lewat bintang delapan delapan delapan pagar yes, ternyata saldo pulsa saya bertambah empat puluh ribu rupiah. Senang sih senang, tapi saya waswas kalau ada kesalahan pengisian. Sebab itu berarti, saya harus membayar double. Maka saya konfirmasikan hal itu pada mbak lina; pemilik counter. Ternyata pulsa yang dikirimkan, benar-benar sebesar dua puluh ribu rupiah. Ya sudah, untuk sementara, saya bisa berbahagia karena ada pulsa nyasar ini.

Siangnya, ada nomor asing masuk. Yang membuat saya kaget, nomor itu hampir sama persis dengan nomor saya. Dari dua belas digit nomor tersebut, hanya berbeda satu digit. Bagi saya, ini sangat luar biasa. Nomor tersebut menginformasikan bahwa counter tempatnya mengisi pulsa, telah melakukan kesalahan pengiriman; yang berakibat pulsa yang dia beli, nyasar ke nomor saya. Olala…tak jadi bersedang-senang, dech. Pamilik nomor itu (kita sebut mas Rifki) meminta saya mengembalikan pulsanya. Saya menyanggupi untuk mengembalikan pulsa nyasar itu, tapi tidak saat itu juga. Saya minta mas rifki sabar menunggu sampai saya ada rizki. Beliau mengijinkan. Alhamdulillah, akhirnya saya bisa mengembalikan pulsa itu di kemudian hari, dan hingga hari ini, beliau masih berkenan menasbihkan diri sebagai kakak bagi saya. Kakak lain ayah lain ibu, nun jauh di Lampung Selatan sana.

Bila saat itu saya abaikan permintaannya, mungkin cerita yang terjalin kemudian tidaklah seindah hari ini. Sungguh, hari ini saya merasakan, betapa indahnya scenario yang telah Allah rancang dan canangkan.

Barangkali, pada saat bersamaan, Allah juga sedang menjalinkan cerita yang lain, yang pada akhirnya, ada titik temu yang membuat saya benar-benar berdecak kagum. Subhanallah! Amat sangat rapi sekali jalinan peristiwa itu.

Entah bagaimana ceritanya. Yang jelas, suatu hari, mas Rifki mengabarkan pada saya, bahwa ada nomor asing masuk ke hapenya beliau. Pemilik nomor itu mengenalkan diri sebagai eva, dan kata mas rifki, eva ini mengenalkan diri sebagai temannya eko. Eko, katanya kenal sama saya. Sesaat setelah saya dikabari hal itu, saya langsung teringat dengan eva (adik kelas saya waktu SMA), dan eko (teman satu kelas saat saya kuliah). Saya coba cari tahu nomornya eva dan eko. Tentu saja, saya bermaksud untuk mencocokkan nomor mereka dengan nomor yang masuk ke hapenya mas rifki. Sayang sekali, nomor eva telah dihapus.

Suatu hari, saya bertemu dengan istrinya eko. Istrinya eko ini (namanya canthiek) adalah teman saya di Ikatan Remaja Muhammadiyah. Sekian lama kami tak berjumpa, dan saat berjumpa itu, saya terkejut karena didakwa sebagai seorang sahabat yang sombong kepada sahabatnya. Canthiek mengatakan bahwa sekian banyak smsnya tak dibalas, bahkan saya terkesan begitu angkuh, cuek, dan sombong dalam sms-sms yang saya tujukan untuk chantiek.

Lho, lho, lho….sebentar! sebentar!
Tentu saja saya menolak ‘tuduhan’ itu. Saya tandaskan, bahwa saya tak pernah mendapat sms apapun dari chantiek ini. Kemudian chantiek menunjukkan sebuah nomor kepada saya, yang diberi nama dengan nama saya.

Subhanallah!

~ ini bukan nomor saya, chantiek. Ini nomornya mas rifki ~

Saya ceritakan secara singkat awal mulanya nomor itu masuk ke hape saya, dan sejurus kemudian, salah satu angka dalam nomor itu dibetulkan.

Lihatlah, kawan…
Mengapa harus ada pulsa nyasar dulu ke hape saya? Sungguh ada kekuatan lain yang sanggup menjalankan scenario itu dengan sempurna, dan tentu saja, itu bukan suatu kebetulan semata. Pastilah ada hikmah yang sangat besar dibalik seluruh cerita-cerita ‘kebetulan’ ini.

Mari kita lanjutkan.
Sepulangnya dari bertemu dengan chantiek, selang beberapa waktu, ada nomor asing masuk ke hape saya. Awalnya Missedcall, kemudian sms. Selidik punya selidik, cerita punya cerita, akhirnya terkuaklah, bahwa pemilik nomor itu adalah eva, yang dulu pernah berkirim sms ke nomornya mas rifki. Belakangan saya tahu, ternyata yang benar itu bukan eva, tetapi ave. Oooh……….

Dan akhirnya, dari ave (saya memanggilnya mas ave) inilah, akhirnya saya bisa belajar banyak hal. Mendapatkan banyak hal, mendapatkan nomor-nomor penting, mendapatkan manfaat yang begitu banyak untuk mengasah hobi saya: menulis. (Thanks banget, mas ave: kakak yang sangat berkenan mengerti kerewelan dan keusilan saya!)

Salah satu nomor yang dikenalkan pada saya adalah nomornya kang nasspur. Sangat surprise sekali rasanya, karena ternyata saya dikenalkan dengan pendiri FLP Purwokerto. Subhanallah! Saya bukan pengurus FLP, saya hanya salah satu simpatisan, yang mudah-mudahan tetap diperkenankan mengasah pena saya di kawah candradimuka bernama Forum Lingkar Pena.

Dari kang nass inilah, saya mendapat kabar, akan ada kegiatan di Banjarnegara. Tepatnya kegiatan apa, saya juga tidak tahu, dan juga tidak mencari tahu. Hanya dalam benak saya terpikir, rasanya mustahil jika itu sebuah kegiatan yang buruk, mengingat pengusung kegiatan itu, setahu saya, adalah Forum Lingkar Pena Banjarnegara.

Akhirnya saya bulatkan tekad untuk mengikuti kegiatan tersebut. Dari beberapa teman yang saya kirii kabar, alhamdulillah, akhirnya hanya saya dan kang dody (salah satu pengurus FLP Purwokerto) yang berangkat. Saya pikir, pesertanya berasal dari seluruh wilayah Barlingmascakeb. Tapi ternyata, sesampainya di sana, teman peserta di sebelah kanan dan kiri saya, semuanya berasal dari Banjarnegara. Wew, jadi tamu kehormatan nih, ceritanya???

Sesampainya di lokasi kegiatan (setelah nyasar satu kali dan dilimpah ke mikro lain satu kali), saya baru tahu, ternyata acaranya adalah berupa Bedah Buku. Buku yang dibedah berjudul, the star is me. Penulisnya Mbak Afifah Afra. Pembedahnya, kang nasspur dan mbak afra. Subhanallah!

Saya mencari-cari kata Forum Lingkar Pena, ternyata tak saya temui. Berarti bukan FLP penyelenggaranya. Tapi, my dream learning centre. Wadah apakah itu? Saya sendiri tak sempat menanyakan lebih jauh. Begitu sampai, registrasi, masuk ruangan, tak lama kemudian, acara secara resmi dimulai.

Panitia kegiatan ini masih imut-imut, tapi sangat luar biasa sekali dalam hal semangat dan kemampuan mengorganisasi acara; hingga acara tersebut bisa tampil sedemikian manis dan jauh dari rasa membosankan.

Seperti mimpi saja layaknya, akhirnya saya bisa menjejakkan kaki di Banjarnegara, untuk mengikuti sebuah acara yang sangat bagus. Menggugah kesadaran saya pada lubuk hati yang paling dalam, bahwa semua orang benar-benar berpotensi (mengingat selama ini saya lebih sering tersrang virus minder), dan dengan modal potensi dari Sang Pencipta itulah, manusia berhak mewujudkan apapun yang dimimpikannya.

Bahwa; seperti yang mbak afra katakana; setiap orang berhak menjadi bintang, karena untuk menjadi bintanglah, manusia diciptakan.
-0-

Cerita ini belum berakhir. Kapan-kapan, kita sambung lagi, Insya Allah. OK, Sampai besok-besok lagi....