Kamis, 24 April 2008

NURULIDA FITRIYANI

Nurulida Fitriyani, ataukah Nurulida Fitriani? Berbedakah?
Tentu. Karena, sebuah identitas begitu penting artinya. Saya juga tidak akan mengijinkan, seseorang memanggil nama saya dengan Muslikah, sebab yang tercantum dalam daftar tertulis adalah Muslikhah. Saya juga protes, ketika ada yang menuliskan nama saya Muslihah; meski secara transliterasi, itu lebih mendekati benar dibanding dengan Muslikhah.

Manusia memang tempat lupa dan khilaf. Tapi, bukankah waktu itu telah diberi kesempatan? Dan saya tak bisa memanfaatkan kesempatan itu dengan baik, dengan sebuah dalih, saya telah mengurusi (lebih tepatnya mengetikkan) nama itu lebih dari lima kali. Tapi toh, ternyata, kesalahan tetap tak bisa dihindari. Mungkin, saat pertama saya mengetikkannya, saya ketikkan NURULIDA FITRIANI. Kemudian, etape berikutnya, saya ketikkan NURULIDA FITRIYANI. Selanjutnya, berbeda lagi: NURULLIDA FITRIANI. Dan seterusnya. Hingga kemudian, nama itu bisa disetorkan, sebagai salah satu calon peserta Ujian nasional SMA/MA 2008, dengan segenap optimisme, hasil pengetikan itu bisa dibuka di komputer server, bisa di print out..

Beberapa hari kemudian, print out hasil pengertikan itu, dikirimkan ke sekolah, untuk mendapatkan pengoreksian yang supercermat, dan bila ditemukan ketidakbenaran, agar segera diperbaiki, lalu disetorkan lagi ke Kantor Diknas Kabupaten, hari itu juga.

Ironisnya, dengan kesempatan yang diberikan itu, saya (dan juga kami) tak bisa manfaatkannya dengan baik. Ijazah tak saya buka lagi, satu demi satu huruf perangkai nama itu tak saya teliti, sebab saya begitu optimis, hasil pengetikan waktu itu telah sempurna. Dan semuanya memang tak ada masalah, baik nama, tempat tanggal lahir, dan sebagainya, sebab secara SEKILAS, itu memang sudah tak perlu diperbaiki lagi. Sudah cukup, dan tinggal menunggu hari pelaksanaan ujian.

Dan akhirnya, hari ini, Selasa, 22 April 2008, saat hari pertama ujian nasional SMA/MA dilaksanakan, kesalahan itu terdeteksi. Seharusnya, saya menuliskan: NURULIDA FITRIYANI. Tapi dalam print out yang dikirim kembali ke sekolah, tercatat: NURULIDA FITRIANI. Dan itu luput dari koreksianku, hingga akhirnya, begitulah.

Aku harus minta maaf, tapi kepada siapa? Semuanya telah terlanjur, nasi telah menjadi bubur. Sekarang hanya tinggal mengusahakan lagi, apakah masih bisa, kesalahan ini diperbaiki.

Bila kemudian saya mengambil tindakan bodoh: ‘Tidak akan mengurusi pengetikan nama-nama itu lagi’, saya juga keliru, karena notabenenya, yang ‘bisa melakukan’ itu ‘hanya’ saya.

Finally, maafkah saya, Ida...(NURULIDA FITRIYANI, nama panggilannya adalah Ida), maafkan saya, Pak Kasek, maafkan saya, semuanya. Saya sadar, ini bukan permasalahan sepele, karena kaitannya sudah dengan pembuatan dokumen resmi negara.
Maafkanlah, astaghfirulloh…

Dan lain kali, tentu saja, saya akan belajar lebih cermat dalam segala hal.
I think, that is all.

Tidak ada komentar: