Minggu, 25 Mei 2008

KATAKANLAH, AGAR SAYA TAHU……..

Betapa banyak kejadian saya alami setiap hari. Kejadian-kejadian; yang sebenarnya pasti sangat remeh dan sepele dalam pandangan manusia; tapi sungguh menyiratkan begitu banyak pelajaran. Seperti gemericik air yang mengajarkan kesejukan, seperti semilir angin yang mengajarkan kedamaian, seperti debur ombak yang mengajarkan optimisme, seperti tegak karang yang mengajarkan ketegaran, seperti…., seperti…., seperti….

Maka berbahagialah, bagi orang yang mampu mengambil pelajaran dari itu semua. Bukankah saat semakin banyak pelajaran dapat diambil, bukankah akan semakin mudah dalam mengarungi dan meniti kehidupan?
Orang yang terampil mengerjakan soal-soal matematika, tentu saja sebab dia telah paham betul dengan ilmunya. Seperti, seperti, dan seperti yang serupa dengan itu.

Maka hari ini (Rabu, 21 Mei 2008), saya diajari sebuah hal penting dalam interaksi saya di kantor.

Telah menjadi hal yang lumrah, bahwasanya, setiap interaksi, pastilah akan melibatkan aksi-reaksi, bahkan tak jarang konflik. Hal yang terakhir inilah mungkin yang saya alami hari ini.

Awalnya sederhana: tak ada komunikasi untuk melakukan suatu pekerjaan. Jadilah, ada yang pro untuk dilakukannya pekerjaan itu (nyuci piring), ada pula yang kontra.

Akhirnya piring bisa dicuci, tapi dengan sekian banyak embel-embel komentar. Darah saya mendidih! Waktu itu jam 12 siang, saat terik matahari tepat di atas kepala, dalam keadaan tubuh telah lelah setelah usai menunaikan tugas di kantor.

Saya paling tidak bisa menerima, ketika saya bekerja, ada begitu banyak komentar yang dilontarkan. Lha wong ini kemauan saya untuk nyuci piring, kok, kalau mau bantu ya ayo, dibantu, kalau tidak akan membantu, ya sudah, diam saja lah. Begitulah egoisme saya berbicara.

Cas-cis-cus tak karuan berdesingan di telinga saya, dan akhirnya saya memutuskan untuk menghentikan pekerjaan ini. Kesalahan saya adalah: saya tak mengkomunikasikan mengapa saya berhenti nyuci piring. Sehingga, setelah selesai pekerjaan itu, sekian banyak tanda tanya dan suudzan menghampiri hati dan kepala-kepala kami.

Dari kasus ini kemudian saya berkesimpulan: ooo, ternyata, hal sederhana bagaimanapun, bisa menjadi pemicu sebuah konflik. Agar tak terjadi hal yang demikian; yah, minimal bisa dikurangi lah, konfliknya; saya harus tidak segan untuk mengkomunikasikan semuanya. Bila marah, katakanlah bahwa kita sedang marah. Bila puas, katakanlah puas. Bila tak setuju, katakanlah tidak setuju. Bila setuju, ungkapkanlah persetujuan itu.

Saya yakin, bila saja itu semua bisa dibicarakan secara arif bijaksana, dengan cara yang baik dan tepat, insya ALLOH, konflik bisa sedikit diredam. Karena semua kembali ke sehat-tidaknya interaksi kita dengan sesama.

Begitulah hidup. Menawarkan berbagai mata pelajaran untuk dikaji dan diamalkan. Semoga kita bisa mengambil sebanyak-banyaknya pelajaran dari digelarnya drama kehidupan di alam raya ini. Aamiin

I think, that’s all. Salam.

Tidak ada komentar: